Self-Talk Series: Jadi Ibu yang Lelah Dan Suka Marah

“Gue capek jadi ibu. Tau melelahkan begini mah dulu gue ga usah punya anak aja!”
Beberapa bulan terakhir, saya sering mendengar complain seperti ini dari salah seorang teman di circle saya. Kebetulan profesinya adalah ibu rumah tangga dengan dua anak balita yang sedang aktif-aktifnya. Saya, yang ibu bekerja dengan seorang anak dewasa, tidak bisa relate. Mau ngasih saran juga takut disemprot.

Jadi, saya tulis di sini saja deh apa yang ingin saya ucapkan.

Wajar, kalau seorang ibu lelah lalu marah. Wajah juga kalau bebannya berat lalu meledak. Namun, kalau bicara peran sebagai ibu, kita harus sadar bahwa kemampuan mengelola emosi ini juga mempengaruhi anak-anak kita. Bukan hal gampang sih. Apalagi di kasus teman saya ini, frustrasinya terkadang parah dan bentakan jadi respon otomatis ketika anak merengek. Padahal ya namanya anak kan pasti pernah merengek, dan bisa jadi merengek itu akibat pengaturan emosi si ibu yang berantakan.

Photo by freepik

Mengamuk pada sang pencipta sudah pasti. Sejuta “what if” sudah diucapkan. Seandainya dulu begini. Kalo aja gue begitu. Menurut saya, semua kekecewaan ini adalah bagian dari coping mechanism. Yang penting adalah bagaimana tidak terjebak dalam kekecewaan tersebut.

Kalau saya bilang bahwa ini hanyalah sebuah fase, teman saya pasti ngamuk. Namun, kalau berpikir secara jangka panjang, ya ini memang hanya sebuah fase kehidupan yang bergantung pada bagaimana kita memaknainya.

Contoh, sebelum punya pasangan, kita kerap mengeluh “jomblo”. Ketika ada pasangan, yang nota bene kita pilih sendiri, ternyata tidak persis seperti apa yang kita mau. Waktu belum punya anak, mengeluh lagi kok lama ya diberi momongan. Setelah punya anak, malah menyesal karena hidup jadi seperti kehilangan jati diri.

Saya inginnya bilang ke teman saya ini, hubungan orang tua dan anak tuh complicated. Pola pengasuhan kita sedikit banyak dipengaruhi bagaimana kita dibesarkan. Lalu, kita sebagai ibu, sekarang mengasuh anak, kalau sudah tua, gantian kita yang diasuh anak. Kalau saat ini anak dibesarkan dengan amarah, bayangin nanti dia besarin anaknya sendiri juga dengan bentakan. Atau malah menolak berkeluarga karena trauma melihat orang tuanya.

Menjadi ibu seharusnya adalah momen bahagia. Namun, adakalanya menjadi ibu malah menjadi titik terendah dengan posisi roda di bawah. Saya juga pernah marah sama anak kok. Pernah kecewa juga sama Tuhan karena ketika semua orang party, saya sudah gendong bayi. Jangka panjangnya ya sekarang. Ketika semua orang gendong bayi, saya party haha. Bisa jadi tante yang dititipin anak remaja nonton K-pop atau toddler-toddler yang orang tuanya butuh me time.

Mungkin ini yang disebut makna jangka panjang.

Comments