Menumbuhkan Tanggung Jawab pada Anak Sejak Dini
"Duh, semoga anak saya tidak seperti mansu yang lari dari tanggung jawab."
Salah seorang teman saya pernah secara tidak sengaja "curhat" dengan kalimat tersebut. Kalimat ini sayangnya sering menggambarkan kenyataan. Keluarga tidak harmonis, orang tua yang bercerai atau berpisah, ayah yang tidak diketahui rimbanya dan segala drama yang ada membuat anak-anak jadi korban. Seperti ada di berita beberapa waktu lalu tentang Indonesia sebagai salah satu fatherless country.
Kembali ke curhatan seorang ibu di atas tadi. Saya tidak bisa memecahkan masalah ini sendirian. Yang bisa dilakukan adalah mengajarkan anak untuk bertanggung jawab sejak dini. Mengajarkan pentingnya berkomitmen dapat diajarkan melalui beberapa hal sederhana di dalam kehidupan sehari-hari.
Mengambil makanan secukupnya sesuai dengan yang bisa dihabiskan.
Terdengar seperti hal yang kita selalu lakukan? Well, buat orang dewasa, mungkin ini otomatis. Bagaimana dengan anak kecil yang lihat es krim pengen es krim, lihat balon pengen balon? Setelah itu lupa. Ingin beli mainan ini dan itu, tapi akhirnya tidak ada yang dimainkan lama. Kalau dibiarkan, anak bisa tumbuh dengan kurang menghargai barang dan berpikir bahwa everything is disposable. Tidak ada konsekuensinya kalau mainan rusak, akan dibelikan lagi. Makanan tidak habis, nanti kan dimakan Mama. Take it for granted.
Anak saya, Dudu, termasuk yang awet kalau punya barang. Dompet dia bisa awet 8 tahun. Kotak makanan atau botol minum bisa bertahan 2-3 tahun. Demikian pula dengan gadget. Kok bisa? Karena biasanya saya jarang membelikan barang baru kecuali yang lama rusak. Apalagi setelah anak paham tentang "waste", mengajarkan untuk hidup secukupnya dan bertanggung jawab akan apa yang dipunya jadi lebih mudah. Karena ada rasa bersalah jika menyia-nyiakan sesuatu
Dudu belanja sendiri dengan voucher yang dimenangkan dari lomba |
Memilih dan mengambil keputusan
Lah, ini juga terdengar biasa saja. Yak, balik lagi, sebagai seorang ibu kita harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan untuk keluarga. Anak-anak biasanya mengikuti apa yang diputuskan orang tuanya. Untuk melatih tanggung jawab, libatkan anak-anak dalam pengambilan keputusan sejak dini. Memilih restoran atau menu untuk makan. Memilih ekstra kurikuler atau kegiatan les yang disuka. Setelah itu tentu saja mereka harus mengikuti kegiatan dan menghabiskan makanan yang dipilih.
Memelihara binatang sesuai usia dan kemampuan
Ini termasuk salah satu yang diperdebatkan beberapa ibu. Meskipun di satu sisi binatang baik untuk mengajarkan anak bertanggung jawab terhadap makhluk hidup lain, binatang juga berarti extra work dan extra biaya untuk Mamanya. Sebagian ibu juga khawatir bagaimana menjelaskan kepada si anak jika binatangnya mati.
Memulai dengan binatang kecil bagi anak yang masih balita bisa jadi solusinya. Binatang yang demanding, misalnya ikan, dapat memberikan pelajaran bagus tanpa banyak kekhawatiran. Kelinci memeang lucu, tapi mudah mati. Anjing dan kucing butuh vaksin serta grooming yang biayanya lumayan. Bisa juga membuka jasa pet sitting, alias menampung sementara binatang peliharaan tetangga/saudara pada saat mereka bepergian.
Mengerjakan pekerjaan rumah
Selain mengajarkan tanggung jawab, memberikan anak tugas pekerjaan rumah juga berarti meringankan tugas kita sebagai ibu hehe. Saya seorang single mom yang harus berperan ganda, jadi punya anak yang bisa membantu cuci baju atau menyapu lantai adalah hal yang sangat disyukuri. Tidak melulu semua saya. Jadi, menurut saya, memberikan tanggung jawab pekerjaan rumah pada anak adalah win-win solution.
Pekerjaan yang mana? Tentunya tanggung jawab diberikan sesuai usia. Anak balita sebaiknya mengerjakan hal mudah seperti mencuci baju dengan mesin atau menjemur pakaian. Menjelang remaja, sudah bisa diberikan tanggung jawab mencuci piring atau menyapu. Anak remaja bisa memasak sederhana, menyiapkan sarapan sendiri dan mengasuk adik yang lebih kecil.
Mengatur keuangan
Beberapa ibu dan orang tua yang saya kenal, menetapkan allowance. Anak memiliki sejumlah uang yang dapat digunakan untuk belanja dan keperluan lainnya. Kalau habis harus tunggu bulan depan. Dudu dari kecil saya ajarkan cari uang sendiri.
Kebetulan anaknya blasteran caucasian, jadi lucunya lumayan. Bisa ikut photo shoot atau fashion show dan menerima bayaran. Jadi Dudu paham susahnya cari uang dan tidak penah boros. Bagaimana kalau anaknya bukan artis cilik? Bisa diajarkan dengan membandingkan beberapa barang. Misal ketika ke supermarket, dan anak ingin membeli coklat. Ajarkan tentang harga dan jumlah yang didapat. Dari sejumlah uang tersebut.
Satu kunci dari semua ini adalah konsistensi. Bicarakan ekspektasi di depan bersama anak dan anggota keluarga lain yang terlibat lalu konsistenlah melakukannya. Puji anak jika melakukannya dengan benar. Beri reward yang sesuai. Lalu konsisten juga dengan konsekuensinya jika lalai dilakukan atau dilanggar.
Comments
Post a Comment