Mengeluh itu Boleh?

"Maaf ya, bun, hari ini gue mengeluh. Nggak apa-apa ya? Gue lagi capek banget sama anak dan suami gue."

Sepotong chat datang dari salah satu teman saya. Sesama ibu anak satu. Bedanya, dia punya suami, saya single mom. Hehe.


"Kenapa lagi sih?"
"Jadi, gue kemaren rencananya pengen me time. Ya udah, anak jadi sama suami dong. Eh, gue perhatiin kok ini anak dikasih gadget melulu. Terus suami juga mainan gadget. Yang ada gue jadi kesel."
"Sabar-sabar."
"Gue jadi capek. Kok kayaknya nggak ada yang mendukung gue jadi ibu yang baik ya. Nyokap gue bukannya bantuin negur suami gue, juga malah diem aja. Sekalinya nyamperin malah nawarin snack. Padahal anak gue kalo snack time sembarangan, ntar makan malemnya jadi susah."

Kalau sudah lelah, ya mengeluh saja. (photo by freepix)

Keluhan bertubi-tubi datang dari teman saya. Terdengar capek memang. Dan di masa sekarang ini, mengeluh jadi tricky. Apalagi kalau jadi seorang ibu. Mengeluh adalah kebiasaan buruk yang harus dihilangkan. Mengeluh berarti kurang bersyukur. Saya bisa dengan mudah mengembalikan keadaan ke teman saya dengan bilang “yah, lo enak masih ada suami bisa gantian jaga anak.”

Tapi nanti kan beat the purpose of dia mengeluh. Belum lagi kalau mengingatkan dia untuk stop complaining dan bersyukur malah bisa jadi toxic positivity. Sebuah term yang populer beberapa tahun belakangan ini, yang intinya terdengar seperti memberi semangat padahal malah menjatuhkan si pelaku curhat.

Pusing? Iya saya juga.

Kalau ada yang bilang jadi ibu tidak boleh sakit, tidak boleh mengeluh, ah saya nggak setuju. Mengeluh itu boleh kok asal dilakukan dengan tepat. Caranya?

Gunakan waktu mengeluh sebagai kesempatan meluapkan emosi sesaat. Jangan berlarut-larut. Yang namanya manusia kan perlu mengekspresikan diri, termasuk emosi yang negatif. Yang tidak boleh adalah mengeluh terus menerus tanpa ada ujungnya. Di awal, teman saya sudah bilang maaf, yang saya ambil sebagai tanda bahwa dia sebenarnya sadar kalau mengeluh itu “salah.” Jadi saya dengarkan. Toh, nggak setiap kali juga dia mengeluhkan bahwa anaknya terlalu terpapar gadget kalau sedang sama si papa.

Mengeluh itu bisa jadi motivasi untuk mencari solusi. Mengeluh kepada orang yang tepat juga bisa memberikan perspektif lain. Namun pastikan bahwa kita siap menerima perspektif ataupun solusi yang ditawarkan teman yang jadi tempat curhat. Kalau memang cuma butuh pendengar yang memvalidasi perasaan kita aja, lebih baik disampaikan di depan bahwa kita cuma butuh meluapkan kekesalan dan bukan minta dicarikan solusi.
"Laen kali lo kalo me time kabur aja deh ke luar. Ke cafe sama gue gitu biar nggak liat laki lo sama anak lo lagi ngapain."
"Iya kayaknya. Gue mungkin udah gila, kelamaan nggak ke luar rumah."
Nah kalau begini kan jadi bisa mengeluh tanpa rasa bersalah.

Comments

Popular Posts